Kasus Mafia Tanah di Kawasan Margasatwa Langkat Naik ke Penyidikan


BERITANESIA.ID- Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) meningkatkan ke penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengalihan fungsi kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading-Langkat Timur Laut, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.

"Kejati Sumut secara resmi telah meningkatkan kasus dugaan korupsi di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading ke tahap penyidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor Print-16/L.2/Fd.1/11/2021 tanggal 30 November 2021," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/12).

Leonard Eben menyebutkan dikeluarkannya surat perintah penyidikan terhadap perkara tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada 15 November 2021 lalu.

Dalam peristiwa yang ditelusuri pihaknya. Kejaksaan menemukan bahwa pengalihan sebagian kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading/Langkat Timur Laut, tepatnya di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tak sesuai aturan.

"Tim penyelidik telah menemukan adanya peristiwa pidana dengan bukti permulaan yang cukup, bahwa di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading ditemukan fakta bahwa sebagian kawasan Suaka Margasatwa telah dialih fungsikan yang seharusnya menjadi hutan bakau mangrove," ujarnya.

Namun, sambung Leonard Eben, kawasan tersebut telah diubah menjadi perkebunan sawit dengan luas hektare yang ditanami pohon sawit sebanyak 28.000 pohon, kemudian di atas tanah tersebut juga telah diterbitkan 60 Sertifikat Hak Milik atas nama perorangan.

"Yang mana setelah dilakukan pemeriksaan permintaan keterangan dan dokumen terkait, ternyata lahan tersebut hanya dikuasai oleh 1 orang yang diduga sebagai mafia tanah dengan modus menggunakan nama sebuah Koperasi Petani yang seolah-olah sebagai pemilik lahan dan mengelola perkebunan sawit tersebut," kata dia.

Adapun luas keseluruhan lahan dimaksud mencapai 210 Hektare (Ha) dan ditanami pohon sawit sebanyak 28 ribu pohon. Seharusnya lahan tersebut difungsikan sebagai kawasan hutan bakau (Mangrove).

Ia menjelaskan di atas tanah tersebut juga telah diterbitkan 60 Sertifikat Hak Milik atas nama perorangan yang diduga sebagai mafia tanah. Namun sejauh ini, belum ada tersangka yang dijerat dalam perkara ini.

"Modus menggunakan nama sebuah Koperasi Petani yang seolah-olah sebagai pemilik lahan dan mengelola perkebunan sawit tersebut," katanya.

Sebagai informasi, Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya memerintahkan agar setiap satuan kerja di Korps Adhyaksa dapat membentuk tim khusus untuk memerantas sindikat mafia tanah.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi menuturkan bahwa sebenarnya kejaksaan telah menerima banyak laporan terkait dengan dugaan praktik mafia tanah yang berujung pada tindak pidana korupsi.

Beberapa modus operandi yang digunakan sindikat mafia tanah, misalnya seperti proses pengadaan tanah secara fiktif dengan surat yang tidak jelas, dipalsukan, serta mengkoordinir proses administrasi pertanahan yang dibuat dengan cepat.

"Dengan harapan nanti ada pengembalian ganti rugi gitu lo," ucapnya.

( Df )

Tags