Liga Super Eropa Menuai Pro Kontra Dari Berbagai Pihak


BERITANESIA.ID - Sebanyak 12 tim resmi disetujui diadakannya European Super League, namun selain mendapatkan banyak dukungan dari tim tim top Eropa, kompetisi ini pun mendapatkan kecaman keras dari berbagai pihak. Kenapa?

Rencana digelarnya European Super League akhirnya terwujud. Sebanyak 12 tim mendeklarasikan sebagai pendiri kompetisi' Liga Super Eropa'.

Mereka adalah enam klub raksasa Premier League seperti Manchester City, Manchester United, Chelsea, Liverpool, Tottenham Hotspur, dan Arsenal, selain 6 klub raksasa liga Inggris, tiga wakil Liga Italia seperti Juventus, Inter Milan, dan AC milan, dan tiga wakil Liga Spanyol seperti Real madrid, Barcelona, dan Atletico Madrid turut andil dalam memberikan dukungan dan partisipasinya untuk mensukseskan Liga Super Eropa.

Namun banyak pula pihak yang menolak ikut liga super eropa ini, diantaranya tim dari Bundesliga Jerman dan Ligue 1 Prancis. Rencananya, European Super League akan diikuti total 20 tim, dan masih mencari mereka yang ingin ikut serta.

European Super League sendiri akan menggunakan sistem liga, yang terbagi kedalam dua grup. Masing-masing grup terdiri dari 10 tim yang akan saling bentrok dalam pertandingan kandang-tandang. Nantinya, tiga tim dari setiap grup akan lolos ke perempatfinal, dan terus melaju sampai final.

Rencana kompetisi itu dikecam banyak pihak. Premier League, LaLiga, UEFA, dan bahkan FIFA menentangnya. Tak cuma itu, beberapa legenda sepakbola juga menentang keras turnamen garapan 12 tim elite Eropa tersebut.

Berikut Alasan Penolakan Beberapa Pihak Terkait Liga Super Eropa.

Kompetisi European Super League digelar dengan dasar masalah finansial klub sepakbola benua biru. Di masa pandemi, ketidakstabilan dalam keuangan klub-klub Eropa memaksa mereka mencari untuk mencari solusi.

European Super League sendiri akan dikucuri dana oleh Bank JP Morgan. Dana sebesar 6 miliar dolar AS akan diberikan agar kompetisi ini berjalan.

European Super League digagas klub elite karena ingin meningkatkan kualitas dan intensitas kompetisi benua Biru. Selain itu, klub dan pemain top yang diharapkan mampu bersaing secara teratur.

Namun, pengumpulan tim-tim elite Eropa dalam satu turnamen yang bersifat tertutup akan menutup lahirnya 'persaingan sepakbola secara sehat'. Tim-tim kecil takkan bisa bersaing dengan tim terbaik, sementara tim terkuat akan menjadi semakin kuat dan semakin kaya tentunya.

Kompetisi yang 'hanya mempertemukan tim elite' itu dinilai melanggar prinsip fair play itu sendiri. 

"Saya mendapat banyak keuntungan dari sepak bola. Saya menghasilkan uang dari sepak bola dan saya menginvestasikan uang di klub sepak bola," kata eks bek Manchester United, Gary Neville.

"Saya tidak menentang uang dalam sepakbola, tetapi prinsip dan etosnya adalah persaingan yang adil, sehingga jika Leicester memenangkan liga, ya mereka bisa masuk ke Liga Champions.

"Manchester United bahkan tidak di Liga Champions. Arsenal bahkan tidak berada di Liga Champions, mereka benar-benar klub sepakbola yang berantakan saat ini. Tottenham tidak ada di Liga Champions.

"Apakah mereka mendapat hak yang diberikan Tuhan untuk berada di sana?Sejujurnya, waktunya telah tiba sekarang untuk mendapatkan regulator independen dan menghentikan klub-klub ini memiliki basis kekuatan. Cukup, sudah cukup," kata Neville yang kecewa berat.

UEFA sendiri memberikan larangan keras bagi tim Eropa yang berlaga di European Super League. Hukumannya tak main main, klub akan dikenakan denda, larangan bagi tim berlaga di Eropa, hingga para pemainnya dilarang membela tim nasional.

"Seperti yang diumumkan sebelumnya oleh FIFA dan enam Federasi Sepakbola, klub-klub yang terlibat (dalam pembentukan Liga Super Eropa) akan dilarang bermain di kompetisi lain di tingkat domestik, Eropa atau dunia. Para pemain juga dapat ditolak kesempatannya untuk mewakili tim nasional mereka," bunyi keterangan dari UEFA.

Penulis : M. Rif'at Azizi
Editor : DW