Pasangan Ganda Putra Indonesia Ahsan/Hendra Gagal Menjuarai BWF World Tour Final 2020, Ini Penyebabnya


Pasanga ganda putra Indonesia Ahsan/Hendra Saat menjalani laga final BWF World Tour Final 2020

Indonesia gagal merebut gelar juara BWF World Tour Finals 2020 setelah Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan kalah di laga final. Ganda putra peringkat dua dunia itu dikalahkan Lee Yang/Wang Chi Lin dari Chinese Taipei 17-21 dan 21-23 dalam waktu 37 menit.

Dengan mengalahkan Ahsan/Hendra, Lee/Wang meraih sukses besar. Selain BWF World Tour Finals, pasangan ini juga meraih gelar juara Yonex Thailand Open dan Toyota Thailand Open selama bermain di Impact Arena, Bangkok, Thailand.

"Alhamdulillah tetap bersyukur dengan hasil final ini. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin dan lawan bermain sangat baik dan percaya diri. Mereka bermain lebih bagus," kata Ahsan dalam rilis PP PBSI yang diterima Liputan6.com.

"Beda dengan lawan Korea kemarin, kali ini lebih susah ditembus. Pertahanan Lee Yang/Wang Chi Lin sangat kokoh, sulit dibongkar," tambah Ahsan.

"Mereka hari ini bermain bagus, kami tidak sempat menerapkan pola permainan kami. Mereka juga tenaganya lebih besar," timpal Hendra pun mengakui keunggulan lawan.

Komentar Herry IP

Bermain di usia yang tergolong tidak muda, menjadi tantangan tersendiri bagi Ahsan/Hendra. Ahsan tahun ini berusia 33 tahun, sedangkan Hendra 36 tahun.

Tentunya cukup sulit bagi Ahsan/Hendra untuk melawan pemain-pemain yang perbedaan usianya mencapai 10 tahun. Terutama dalam sisi fisik dan tenaga. Sehingga, bisa mencapai final, merupakan pencapaian yang baik bagi sang juara World Tour Finals 2019 ini.

"Kalau melihat permainan tadi sih memang Ahsan/Hendra kalah tenaga, tenaga tangannya," papar pelatih ganda putra PBSI Herry Iman Pierngadi.

"Pertama, karena lapangannya juga kalah angin. Harus diakui pemain Chinese Taipei ini selama tiga minggu penampilannya konsisten banget. Penampilan mereka di Thailand Open ini bagus banget. Baik dari fisik, tenaga, konsentrasi, dan fokusnya luar biasa menurut saya."

"Memang buat Ahsan/Hendra, pencapaian ini di usia mereka ini sudah bisa sampai final, menurut saya sudah cukup baik di usia mereka di atas 30 tahun ini. Meski belum sempurna untuk menjadi juara," kata pria yang akrab disapa Herry IP itu.

Herry IP menilai strategi permainan sulit untuk diterapkan. Sejak awalm kualitas lawan memang lebih unggul. Mereka bermain sangat cepat dan keras.

"Kalau strategi sih sebenarnya tidak terlalu berpengaruh. Memang game pertama itu kita tertekan terus, tidak bisa keluar. Memang kualitas drive-nya pemain Chinese Taipei ini sangat keras, sangat cepat," ujarnya.

"Jadi kita mau mengantisipasi atau mengubah cara main juga tidak bisa karena mereka menyerang dan menekan terus menerus. Kita mau tahan atau rem juga mereka langsung menutup lagi. Ya itu tadi, tenaga tangannya kita kalah," jelas Herry.

"Bolanya kalah cepat karena keras. Kalau kemarin lawan Korea Selatan kan hampir sama sebenarnya mainnya, meski tenaganya (Korea Selatan) kemarin agak turun sedikit. Kalau ini kan (Chinese Taipei) tenaganya masih konsisten. Tidak bisa diakalin sama sekali. Jadi memang yang utamanya adalah kalah di kecepatan dan tenaganya," pungkas Herry