Mencari lapangan pekerjaan di era semacam ini memang membutuhkan kinerja yang bagus agar dapat memperoleh sebuah pekerjaan yang pastinya sesuia dengan keinginan dan harapan kita. Ada banyak lapangan pekeerjaan namun terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Maka tak heran jika banyak orang berani dengan membuka lapangan usaha sendiri. Salah satunya dnegan usaha freelance di rumah. Para pekerja yang bekerja di rumah merupakan sebuah pasar yang jarang disentuh oleh startup di seluruh dunia, bahkan di negara-negara maju yang memiliki infrastruktur internet yang memadai seperti Singapura dan Amerika sekalipun. Orang-orang ini adalah mereka yang bisa disebut sebagai pegawai perusahaan atau pekerja lepas yang digaji dengan bekerja secara online, dan melakukannya dengan disiplin – contoh pekerjaan yang dilakukan antara lain menulis blog, desain grafis,copywriting iklan, mengajar secara online, dan sebagainya. Menurut Global Workplace Analytics, sebuah perusahaan yang khusus memahami strategi bekerja baru, hanya 2,6 persen dari seluruh pekerja di Amerika (yang berarti hanya 3,3 juta orang) yang menganggap rumah sebagai tempat kerja utama mereka. WorldatWork Telework Trendlinesmengklaim bahwa semua pekerja Amerika lebih memilih bekerja di luar rumah paling tidak secara paruh waktu. Di Asia Tenggara, angka pekerja yang bekerja di rumah di Filipina mengalami peningkatan yang cukup dramatis dengan Elance-oDesk yang berperan sebagai pemicunya. Negara ini sekarang memiliki sekitar satu juta orang pekerja lepas online. Dari bulan Januari 2010 sampai April 2014, pekerja lepas di Filipina mendapatkan total lebih dari USD 207 juta, cukup besar melihat infrastruktur internet Filipina yang belum begitu memadai.
Ada banyak pengusaha baru freelance yang berusaha mengembangkan sayap bisnisnya dalam usaha menanggulangi banyaknya pengangguran di Indonesia. Salah satunya dengan website seperti Freelancer secara aktif mengadakan berbagai macam kegiatan untuk merangkul pasar di sektor ini. Tapi upaya ini tampaknya belum membuahkan hasil yang signifikan. Sebagai catatan, akun Twitter Freelancer.co.id saat ini hanya memiliki 1.463 follower.
Tapi itu tidak semata-mata memperlihatkan bahwa di Indonesia, sektor ini sama sekali tidak menarik. Menurut press release terbaru dari Elance-oDesk, pekerja di Indonesia mendapatkan rata-rata tingkat feedback 4,5 (dari skala maksimal lima), dan merupakan negara terbaik untuk hal itu dengan mampu menyelesaikan lebih dari 100 tugas.
“Di dunia ini ada banyak orang-orang berbakat, bahkan di negara yang menurut Anda masyarakatnya tidak begitu mengerti teknologi,” kata CEO oDesk Gary Swart. oDesk rata-rata membayar sebesar USD 14 (sekitar Rp 160.000), cukup besar untuk ukuran Indonesia. Sebagai pembanding, menurut portal pembanding perusahaan Indonesia bernama Qerja, desainer grafis berbakat di Indonesia yang bekerja di perusahaan seperti Ciputra Group dan portal berita Detik rata-rata mendapatkan gaji sebesar USD 400 (sekitar Rp 4,7 juta) per bulan, jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah yang bisa diperoleh seorang desainer grafis yang bekerja online secara penuh.
Freelancer dan Elance-oDesk adalah perusahaan yang cukup agresif. Tapi beberapa tahun belakangan ini, perusahaan outsourcing desain asal Australia-Amerika Serikat 99designs sudah membayar total USD 40 juta tiap tahunnya kepada 180.000 orang desainer di seluruh dunia. Menariknya, mayoritas uang tersebut masuk ke Indonesia. Reuters mengklaim bahwa masyarakat Indonesia suka dengan 99designs. Di platform ini, mereka suka memasukkan desain grafis di kontes-kontes yang ada di sana untuk kemudian dipilih desainnya dan mendapat bayaran.