Beberapa waktu belakangan, dataran tinggi Dieng mengalami kejadian suhu dingin cukup ekstrem. Bahkan, pada Senin (24/06/2019) pagi kemarin, suhu di Dieng mancapai minus 11 derajat celcius.
Menyikapi kondisi suhu dingin ekstrem di wilayah dataran tinggi Dieng ini, BMKG menyebut bahwa fenomena tersebut normal. "Beberapa hari terakhir suhu udara di sebagian wilayah Indonesia selatan ekuator, khususnya di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara, cukup dingin dan mengalami penurunan signifikan pada malam hari," ungkap Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono R Prabowo. "Secara umum, kondisi suhu dingin ini terjadi sebagai akibat dari adanya aliran massa udara dingin dan kering dari wilayah benua Australia yang dikenal dengan aliran monsun dingin Australia," imbuhnya.
Dia juga menjelaskan bahwa secara klimatologis, monsun dingin Australia aktif pada periode bulan Juni-Juni-Agustus, yang umumnya merupakan periode puncak Musim Kemarau di wilayah Indonesia selatan ekuator. "Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia ini menyebabkan kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari dan dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan," kata Mulyono. "Kondisi musim kemarau dengan cuaca cerah dan atmosfer dengan tutupan awan sedikit di sekitar wilayah Jawa-Nusa Tenggara dapat memaksimalkan pancaran panas bumi ke atmosfer pada malam hari sehingga suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan lebih dingin dari biasanya," sambungnya.
Kondisi ini bertolak belakang dengan musim hujan atau peralihan. Pada musim hujan dan peralihan, kandungan uap air di atmosfer cukup banyak karena banyaknya pertumbuhan awan. Dengan begitu, atmosfer menjadi semacam "reservoir panas" sehingga suhu udara permukaan bumi lebih hangat. "Berdasarkan data pengamatan BMKG, selama sepekan ini suhu udara lebih rendah dari 15 derajat Celcius tercatat di beberapa wilayah seperti di Frans Sales Lega (NTT) dan Tretes (Pasuruan), suhu udara rendah terukur di Frans Sales Lega (NTT) hingga 9,2 derajat Celcius pada tanggal 15 Juni 2019," kata Mulyono.
"Kondisi suhu dingin tersebut akan lebih terasa dampaknya seperti di wilayah dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) ataupun daerah pegunungan lainnya di mana pada kondisi ekstriem dapat menyebabkan terbentuknya embun beku atau frost," tambahnya. Menurut Mulyono, potensi suhu dingin seperti ini diprediksikan masih dapat berlangsung selama periode puncak musim kemarau, yaitu sekitar Juni-Juli-Agustus. Wilayah yang diperkirakan terdampak suhu dingini ini terutama di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara.
Sumber : Kompas.com
Penulis : Resa Eka Ayu Sartika