BERITANESIA.id - Bagi banyak orang tua, pola makan tiga kali sehari menjadi standar dalam memberi asupan pada anak-anak. Pola ini dipercaya sudah memenuhi kebutuhan gizi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Namun, apakah cukup hanya dengan makan tiga kali sehari? Apakah pola makan ini sudah memadai untuk memastikan pertambahan tinggi dan berat badan yang ideal?
Menurut dokter spesialis anak, dr. Kristian Wongso G., DTM&H, M.Sc., M.Krim., Sp.A., untuk mengetahui kecukupan gizi, tidak cukup hanya mengandalkan frekuensi makan. "Kita perlu bukti objektif, seperti melihat kurva pertumbuhan anak," ungkapnya dalam sebuah diskusi daring, Kamis (7/11/2024).
Dr. Kristian menjelaskan, ada kasus anak yang makan tiga kali sehari tetapi hanya setengah porsi setiap kali makan. Meskipun frekuensinya sesuai standar, porsi yang kurang dapat mempengaruhi asupan gizi. "Tidak ada aturan ketat mengenai porsi makanan dalam pola makan tiga kali sehari. Namun, yang terpenting adalah melihat kurva pertumbuhan sebagai indikator kesehatan anak," katanya.
Kurva pertumbuhan anak yang tercatat dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau dikenal juga dengan “buku pink” bisa menjadi panduan orang tua. "Jika kurva berat dan tinggi badan anak sesuai, maka asupan gizinya bisa dianggap cukup," lanjutnya.
Dr. Kristian menambahkan bahwa patokan kecukupan gizi bukan sekadar pada frekuensi makan atau ukuran porsi, melainkan pada stabilitas kurva pertumbuhan anak. Anak yang hanya mengonsumsi makanan manis atau porsi yang tidak memadai mungkin mengalami kenaikan berat badan, namun tinggi badannya bisa terhambat. "Intinya, jika kurva pertumbuhan baik dan perkembangan berjalan optimal, kita dapat menyimpulkan bahwa anak tersebut sehat meskipun porsi makan berbeda-beda," tutupnya.