• Beranda
  • Berita
  • CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap di Prancis, Tuduhan Berhubungan dengan Moderasi Konten
Internasional

CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap di Prancis, Tuduhan Berhubungan dengan Moderasi Konten

By Minggu, 25 Agustus 2024 Pengunjung (77) 2 Menit Bacaan
ceo-telegram-pavel-durov-ditangkap-di-prancis-tuduhan-berhubungan-dengan-moderasi-konten -

BERITANESIA.ID, Jakarta – Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, dilaporkan ditangkap di Bandara Bourget, Prancis, pada Sabtu malam (24/8) waktu setempat. Informasi ini pertama kali diungkap oleh media Prancis, TF1 TV dan BFM TV, yang mengutip sumber anonim.

Telegram, aplikasi pesan instan yang sangat populer di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet, menjadi salah satu platform sosial media terbesar di dunia, bersaing dengan raksasa seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram. Dengan basis pengguna aktif yang terus berkembang, Telegram menargetkan mencapai satu miliar pengguna pada tahun depan.

Berbasis di Dubai, Telegram didirikan oleh Durov, miliarder kelahiran Rusia yang meninggalkan negaranya pada tahun 2014 setelah menolak perintah pemerintah Rusia untuk menutup komunitas oposisi di platform sosial media miliknya yang lain, VK. Ia kemudian menjual platform tersebut dan memfokuskan diri pada pengembangan Telegram.

Menurut laporan TF1, Durov sedang dalam perjalanan menggunakan jet pribadi ketika dia ditangkap berdasarkan surat perintah penangkapan dari otoritas Prancis. Surat tersebut terkait dengan investigasi awal yang menyoroti kurangnya moderasi atau sensor di platform Telegram, yang diduga memungkinkan aktivitas ilegal berlangsung tanpa pengawasan di aplikasi tersebut.

Telegram hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi terkait penangkapan tersebut. Baik Kementerian Dalam Negeri maupun kepolisian Prancis juga menolak berkomentar.

Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 2022, Telegram menjadi platform utama yang digunakan untuk menyebarkan informasi tanpa sensor, terkadang berisi konten yang kontroversial dari kedua belah pihak. Aplikasi ini juga menjadi alat komunikasi penting bagi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan para pejabatnya, sementara Kremlin serta pemerintah Rusia memanfaatkannya untuk menyebarkan propaganda mereka.

Di Rusia sendiri, Telegram menjadi salah satu sedikit sumber berita bagi warga yang ingin mengakses informasi tentang perang di Ukraina, terutama setelah pemerintah memberlakukan kontrol ketat terhadap media.

Durov, yang memiliki kekayaan diperkirakan mencapai US$15,5 miliar menurut Forbes, telah menyatakan bahwa pemerintah berbagai negara berusaha menekan Telegram. Namun, ia bersikeras bahwa platform tersebut harus tetap netral dan tidak terlibat dalam geopolitik.

Kedutaan Besar Rusia di Prancis mengonfirmasi kepada kantor berita negara Rusia, TASS, bahwa mereka belum dihubungi oleh tim Durov terkait penangkapan ini, namun langkah-langkah cepat telah diambil untuk menyelidiki situasi tersebut.

Beberapa tokoh Rusia, termasuk Mikhail Ulyanov, perwakilan Rusia untuk organisasi internasional di Wina, mengecam tindakan Prancis dan menyebutnya sebagai "tindakan kediktatoran." Ulyanov bahkan menyindir bahwa orang-orang yang memainkan peran penting di ranah informasi global sebaiknya menghindari negara-negara yang bergerak menuju totalitarianisme.

Sebagai reaksi, beberapa blogger Rusia menyerukan protes di depan kedutaan besar Prancis di berbagai belahan dunia pada Minggu siang.

(Reuters/bn)

Tag Terkait :

Berita Lainnya