BERITANESIA.ID - Pemerintah menerapkan aturan larangan mudik lokal untuk wilayah aglomerasi Jabodetabek. Namun, ketetapan ini dinilai sulit untuk mengendalikan warga Jabodetabek untuk tidak mudik lokal.
Menurut Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman, ia mengatakan sulit untuk membatasi warga JABODETABEK agar tidak mudik lokal jelang hari Lebaran yang kiat dekat. Apalagi, warga Jabodetabek sudah menilai adanya pemudik yang bisa lolos mudik ke luar daerah.
"Sangat sulit ya untuk membatasi ini ya, apa lagi ini sudah mendekati Lebaran ditambah lagi mereka sudah melihat 'oh sebetulnya yang mudik sudah banyak nih', luar kota sudah banyak sekali, ditahan itu kan. Nah ini tentu menimbulkan semangat lain ya apa lagi dalam konteks lokal, mudik lokal," kata Dicky.
Menurutnya, saat ini hal yang terpenting bukanlah soal melarang warga Jabodetabek mudik lokal, melainkan harus dapat membatasi mobilitas pergerakan warga ke luar rumah. Karena warga Jabodetabek, menurut Dicky, mereka akan tetap nekat mudik lokal jika mobilitasnya keluar rumah tidak dibatasi.
"Jadi yang harus kita pahami ini bukan masalah melarang mudik dan intinya itu adalah membatasi pergerakan, mau jauh atau dekat, sebetulnya situasi Indonesia kan dalam situasi serius nih, ancamannya semakin serius, sehingga harus membatasi mobilisasi interaksi itu. Nah apa lagi bicara Jabodetabek itu kan epicenter, sudah lama. Jadi kalau di dalam itu tidak ada pembatasan ya kita tidak mengurangi potensi itu, yang artinya tetap terjadi dan yang terjadi skenario perburukan itu tetap berlangsung," ujar Dicky.
Namun, Dicky memahami posisi sulit saat ini yang terbilang cukup kompleks. Dicky menyarankan agar pemerintah menyiapkan langkah mitigasi jika terjadi lonjakan kasus COVID-19 pasca-Lebaran dengan meningkatkan tracing dan testing.
"Mohon dipahami bahwa SE Satgas no 13/2021 adalah tentang Peniadaan Mudik. Jadi yang dilarang adalah mudik," kata juru bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, kepada wartawan, Kamis (6/5).
"Mengapa Mudik dilarang? Karena mudik itu digunakan untuk silaturahmi secara fisik. Pertemuan fisik antar keluarga, handai taulan tidak mungkin tidak bersentuhan tubuh melalui salaman, salim, cipika cipiki, atau berpelukan. Virus COVID ini menular melalui sentuhan, tidak menjalankan 3M secara disiplin dan konsisten," sambungnya.
Wiku menerangkan kebijakan ini sebagai langkah pemerintah untuk melindungi masyarakat agar tak tertular COVID-19. Wiku menyebut saat ini ada dua bahaya yang mengancam.
"Pertama adalah sirkulasi varian virus mutasi dari luar negeri yang berpotensi lebih berbahaya. Kedua, masyarakat ingin bersilaturahmi fisik dengan mudik. Kami tidak ingin terjadi seperti keadaan di India," kata Wiku.
"Nah namun saya memahami ini sulit, kompleks sekali untuk membatasi ini, sehingga yang harus dilakukan sebetulnya yang mitigasi sekarang itu. Salah satunya ada pada respons ya, antisipasi, memperbanyak fasilitas atau testing, fungsi tracing ditingkatkan, kemudian buat dari sekarang aturan ketika pasca-Lebaran ini, bahwa bagaimana di dalam format PPKM ini ada peningkatan 3T nya, testing tracing-nya," ucap Dicky.
"Termasuk siapkan fasilitas isolasi karantina yang kalau bisa dikendalikan pemerintah, supaya efektif, itu yang saat ini realistis ya, kalau batasin itu sudah sulit ya sekarang," imbuh Dicky.