BERITANESIA.ID - Fenomena Fear of Missing Out atau lebih dikenal dengan FOMO kini semakin marak di era digital. FOMO adalah ketakutan yang dialami seseorang ketika merasa tertinggal dari tren atau momen penting yang sedang dialami orang lain. Banyak orang yang terjebak dalam kecemasan ini karena khawatir tidak memiliki pengalaman atau barang yang sama dengan orang lain, yang pada akhirnya dapat memengaruhi harga diri mereka.
Menurut Sosiolog Sunyoto Usman, keinginan memiliki segala sesuatu yang baru adalah salah satu bentuk FOMO. "Ingin selalu memiliki produk baru, informasi terkini, hingga gosip terpanas adalah simbol agar status dirinya dianggap berharga oleh orang lain," ujar Sunyoto saat diwawancarai. Hal ini menunjukkan bahwa FOMO sering kali dihubungkan dengan kebutuhan seseorang untuk menaikkan status sosialnya, terutama di mata orang lain.
Namun, ada dampak negatif yang perlu diwaspadai dari fenomena ini. Sunyoto mengungkapkan bahwa FOMO dapat menyebabkan seseorang memiliki perilaku narsistik. Perilaku ini biasanya ditandai dengan perasaan diri yang berlebihan, kebutuhan akan pujian, serta kurangnya empati terhadap orang lain.
Dalam sebuah penelitian oleh Muhammad Wahyu Ismail, ditemukan bahwa FOMO berkorelasi dengan kecenderungan narsistik, terutama pada remaja pengguna media sosial seperti Instagram. Ketika seseorang merasakan FOMO, ia akan merasa harga diri dan status sosialnya naik saat mendapatkan pujian dari orang lain. Hal ini menyebabkan dorongan untuk terus menunjukkan kehidupannya di media sosial, sehingga perilaku narsistik semakin meningkat.
Sebagai contoh, seseorang yang merasakan FOMO terhadap barang yang dimiliki oleh idola mereka akan berusaha keras untuk memiliki barang yang sama. Setelah memilikinya, orang tersebut akan merasa lebih istimewa dan cenderung menunjukkan barang tersebut di media sosial sebagai bukti bahwa dirinya berbeda dari orang lain.
Penelitian oleh Pristaliona, dkk memperkuat hubungan antara FOMO dan narsisme, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi rasa FOMO, semakin tinggi pula kemungkinan seseorang menunjukkan perilaku narsistik. Oleh karena itu, penting untuk mengelola keinginan untuk selalu mengikuti tren agar tidak terjebak dalam siklus yang merugikan.