BERITANESIA.id - Bocornya data pribadi yang diduga berasal dari
operator telekomunikasi turut dianalisa oleh ahli digital forensik Ruby
Alamsyah. Dari tampilan yang beredar di sosial media, menurut analisa sementara
yang dilakukan Ruby, gambar tersebut seolah-olah merupakan tampilan teknis dari
sebuah akses remote ke sebuah server operator seluler untuk menampilkan data
pengguna operator telekomunikasi.
“Menurut saya apa yang ditampilkan
tersebut bukan merupakan gambaran teknis yang benar-benar diambil dari sebuah
server yang terdapat data pelanggan operator telekomunikasi. Kalau memang benar
teknis, pasti jejak digitalnya banyak dan bisa kita lacak dengan mudah,” kata
Ruby di Jakarta, Rabu (8/7).
Ruby menduga data yang ditampilkan
seolah-olah asli tersebut, merupakan data yang bisa saja diambil dan
dikombinasikan dengan kebocoran-kebocoran data yang selama ini sudah terjadi.
Kebocoran nama, NIK dan No KK bisa didapatkan dari banyak sumber. Apalagi data
pribadi KPU pernah bocor.
“Bisa jadi data-data tersebut berasal
dari medsos korban dan ditampilkan oleh pelaku sehingga seolah-olah berasal
dari server operator tertentu. NIK dan No KK bisa didapat dari kebocoran data
KPU. No HP bisa di dapat dari no WA grup,” terang Ruby.
Seperti
kita ketahui bersama data pribadi masyarakat Indonesia kerap dilaporkan bocor
dan dapat ‘diintip’ oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Beberapa
laporan kebocoran tersebut berasal dari penyedia layanan belanja online, ojek daring bahkan Daftar
Pemilih Tetap (DPT) yang ada di KPU.
Selain
adanya kebocoran data pribadi dari penyelenggaraan transaksi elektronik, kerap
kali masyarakat tak sadar telah menyerahkan data pribadnya kepada pihak lain.
Seperti ketika mengajukan kredit atau mem-fotocopy KTP
dan KK. Pihak-pihak yang tak bertanggung jawab dapat memanfaatkan ketidak
mengertian masyarakat tersebut dalam menjaga data pribadinya.
Lanjut
Ruby, untuk jenis HP yang ditampilkan pelaku, menurutnya mudah untuk ditelusuri
dan didapatkan. Ketika orang mengakses situs tertentu, seorang yang mengerti
digital bisa mengetahui jenis ponsel yang dipergunakan. Sehingga bukan perkara
sulit untuk mengetahui jenis ponsel dan software yang
dipakai.
“Lebih
mudah lagi jika korban pernah install aplikasi seperti fintech ilegal. Semua data bisa diambil oleh fintech tersebut. Bahkan data IMEI, operator yang
digunakan jejak kunjungan, daftar kontak dan bahkan chat kita di media sosial
bisa didapatkan dengan mudah oleh orang yang tak bertanggung jawab
tersebut," tutur dia.
Ruby melihat data yang ditampilkan itu masih
terlalu umum. Justru kesan yang ia tangkap dari yang ditampilkan itu merupakan
data yang rapi dan jadi yang diperuntukkan untuk tujuan tertentu. "Padahal
data yang dimiliki operator hanya data teknis yang terkait telekomunikasi,”
ujar Ruby.
Dari pengalaman yang dimiliki Ruby, jika
data yang berasal dari operator, akan lebih kompleks dan rumit. Data tersebut
sejatinya tidak dibutuhkan oleh orang awam yang tidak memiliki kebutuhan teknis
telekomunikasi.
Contohnya untuk lokasi, data yang
dimiliki operator hanya koordinat. Bukan alamat lengkap. Sedangkan gambar yang
beredar di media sosial yang diduga berasal dari pelaku merupakan data sangat
umum.
“Yang membuat cukup pintar. Bisa
memanipulasi dan menggabungkan beberapa data yang selama ini sudah bocor terlebih
dahulu dan dibuat seolah-olah data teknis yang berasal dari server tertentu.
Padahal itu bukan. Latar belakang hitam atau hijau bisa dibuat dengan mudah,”
ungkap Ruby.
Agar masyarakat terhindar dari
penyalahgunaan data pribadi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, ahli
digital forensik ini menyarankan agar masyarakat bijak menggunakan sosial
media. Jika ingin memposting di media sosial, pastikan konten tersebut bukan
termasuk dalam ranah pribadi. Jangan pernah mencantumkan data pribadi kita di sosial
media.
“Justru kita bangga jika kita memposting
di media sosial lokasi kita dan jenis HP yang kita pergunakan dalam foto yang
akan kita posting. Itu merupakan kesalahan yang fatal yang bisa dipergunakan
oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk menggunakan data pribadi kita,”
jelas Ruby.
Saran Ruby
selanjutnya, ketika hendak memposting foto di media sosial, disarankan foto dan
dokumen tersebut di-convert. Tujuannya untuk mengubah
meta yang ada di foto atau dokumen tersebut.
Jadi, kata
Ruby, foto dan dokumen yang dikirimkan ke media sosial tersebut bukan asli dari
HP. Jika asli dari HP maka meta data yang terdapat informasi seperti lokasi,
jenis HP, software yang dipakai,
operator yang dipergunakan dan berapa megapixel kamera yang dipergunakan, dapat
dengan mudah untuk dibaca.
“Para pihak
yang tak bertanggung jawab dapat melihat metadata dari foto yang kita upload di sosial media dengan sangat mudah. Jadi
kalau mau memposting foto pastikan meta data berubah. Ketika kita mengirim foto
melalui FB dan WA, semua data tersebut sudah hilang. Karena WA dan FB melakukan
perubahan sehingga bukan foto asli yang ditampilkan,” tutur Ruby.
Selain itu Ruby juga menyarankan agar
pemerintah dapat segera menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi. Dengan
adanya UU Perlindungan Data Pribadi, penegakkan hukum akan lebih tepat.
Sehingga dapat membuat jera para pelaku pencurian data pribadi. Saat ini
Indonesia hanya memiliki UU ITE. Dalam UU ITE, pencurian data pribadi melalui
penyelenggara transaksi elektronik hanya delik aduan.
“Karena delik aduan maka tidak ada
lembaga yang mau melaporkan pencurian data pribadi pelanggannya ke polisi.
Lapor ke polisi berarti mengakui adanya data bocor,” ucap Ruby.
Sumber :
republika.co.id