BERITANESIA.id - Penelitian terbaru menunjukkan, anak muda berisiko
lebih tinggi menderita masalah kesehatan mental oleh karena pembatasan
maupun lockdown atau karantina wilayah ketat. Mayoritas negara
di dunia memberlakukan kebijakan untuk tetap di rumah saja atau mengarantina
wilayahnya demi mengurangi laju penularan virus corona baru atau Covid-19.
Studi
terbaru oleh University College London (UCL), Imperial College dan University
of Sussex mencatat ada enam dari 10 anak muda dengan masalah
kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya, dan empat dari 10 tanpa melaporkan
tingkat stres yang lebih tinggi. Studi You-COPE mengatakan, hampir setengah
dari remaja berusia 16 hingga 24 tahun tanpa masalah kesehatan mental
sebelumnya, melaporkan tingkat tinggi gejala depresi.
Satu dari
tiga orang itu mengatakan, mengalami tingkat kecemasan sedang hingga parah
selama lockdown. Penelitian terpisah oleh yayasan amal Young
Minds juga menunjukkan bahwa 80 persen remaja dan dewasa muda, percaya bahwa
pandemi telah memperburuk kesehatan mental mereka.
Oleh
karena itu, para aktivis menilai sekolah perlu diberikan spesialis kesehatan
mental sebelum September ketika anak-anak kembali ke sekolah. Pemerintah juga
didorong harus mengeluarkan dana baru yang signifikan untuk mengatasi kesehatan
mental kaum muda.
Peneliti
You-COPE juga menemukan bahwa 28 persen dari 1.507 orang muda dalam survei
tanpa masalah kesehatan mental sebelumnya mengatakan kualitas hubungan mereka
memburuk selama pandemi. Hampir setengahnya mengatakan mereka telah menggunakan
waktu lockdown untuk makan berlebihan dalam mengatasi suasana
hati mereka; untuk orang muda dengan depresi dan kecemasan, jumlahnya enam dari
10.
Associate
professor di UCL dan kepala kesehatan mental anak di Great Ormond Street
Hospital, Lee Hudson mengungkapkan kekhawatirannya dengan jumlah anak muda yang
dalam penelitiannya telah melaporkan bahwa makan berlebihan sebagai cara
mengatasi suasana hati mereka yang rendah selama adanya lockdown.
"Ini
benar-benar mengkhawatirkan karena penelitian kami juga menunjukkan bahwa
banyak anak muda yang menerima perawatan kesehatan mental melaporkan gangguan
pada layanan mereka; ini dapat memiliki dampak jangka panjang yang
serius," ujar Hudson dikutip laman Guardian, Ahad (12/7).
Menurutnya,
pandemi telah menjadi pukulan ganda bagi kaum muda karena mereka juga berisiko
lebih besar untuk menganggur. "Kaum muda bukanlah kelompok yang secara
langsung berisiko tinggi dari Covid-19, tetapi mereka tentu berisiko tinggi
dari lockdown," ujarnya.
Direktur
Julian Campbell Foundation, Jacqui Campbell mengatakan, remaja menghadapi
transisi besar yang mengubah hidup dalam menghadapi ujian dan pindah ke
pendidikan lebih lanjut, universitas atau pekerjaan, dan sangat rentan terhadap
ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi. Dia mengatakan, remaja seharusnya
menjadi lebih mandiri, tetapi telah terlempar kembali untuk menghabiskan
seluruh waktu mereka dengan orang tua mereka di rumah. Menurut penelitiannya,
belajar di rumah juga telah meningkatkan tingkat stres di banyak orang.
"Kami
khawatir bahwa sekolah tidak akan memiliki sumber daya untuk menangani masalah
kesehatan mental anak-anak ketika mereka kembali pada bulan September,"
ujarnya.
Survei
YoungMinds dari 2.036 anak muda berusia 13 hingga 25 tahun menunjukkan bahwa 87
persen merasa kesepian atau terisolasi, meskipun banyak yang bisa tetap
berhubungan dengan teman-teman. Dari mereka yang membutuhkan dukungan kesehatan
mental sebelum krisis, 31 persen mengatakan mereka tidak dapat mengakses
dukungan tetapi masih membutuhkannya. Beberapa di antaranya atau 11 persen
mengatakan kesehatan mental mereka baik karena dapat menghindari tekanan
intimidasi atau akademik.
Direktur
kampanye di YoungMinds, Tom Maddens mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir,
orang-orang muda telah berjuang untuk mengatasi isolasi sosial, kecemasan,
kehilangan struktur dan ketakutan tentang masa depan mereka. Banyak dari mereka
yang memiliki masalah kesehatan mental juga kehilangan mekanisme penyembuhan
diri, termasuk bertemu teman atau ikut serta dalam kegiatan rutin dan mengalami
gangguan pada dukungan mereka.
Dia
mengatakan video call maupun percakapan telepon tidak berhasil
untuk semua orang, dan beberapa orang muda menginginkan dukungan tatap muka.
"Pemerintah harus memastikan ada dana baru yang signifikan untuk mencegah
pandemi dari konsekuensi jangka panjang pada kesehatan mental. Kesejahteraan
anak-anak dan remaja harus menjadi jantung dari semua pembuatan kebijakan,
sehingga keputusan lintas pemerintah memiliki dampak positif," ujar
Maddens.
Sumber : Republika.co.id