BERITANESIA.id - Sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada
Minggu (19/7) sekitar pukul 09.17 WIB di RS Eka BSD, Tangerang Selatan. Ia
meninggal dalam usia 80 tahun.
Berita duka ini dibenarkan oleh penulis Maman
Suherman. Ia mendapat kabar ini dari para sesama penulis.
"Saya mendapat kabar dari banyak
sekali teman-teman dan senior penyair. Saya percaya mereka," ujar Maman
kepada kumparan.
Kematian Sapardi penulis puisi Hujan Bulan Juli itu
sangat mengejutkan banyak masyarakat. Selain itu, sejumlah seniman ramai-ramai
menyampaikan ucapkan duka terhadap almarhum.
Berikut rangkuman sejumlah fakta mengenai meninggalnya Sapardi Djoko
Damono:
Sudah Lama Dirawat di RS Eka BSD
Sapardi lahir di Surakarta, 20 Maret 1940. Ia dikenal
dengan berbagai karya sastranya seperti Hujan Bulan Juni, Perahu Kertas hingga
Aku Ingin.
Salah satu perwakilan keluarga, Nana, mengatakan
Sapardi memang sudah cukup lama dirawat di RS Eka BSD sebelum meninggal.
Nana menuturkan, Sapardi dirawat karena sejumlah
penyakit yang ia derita. Setelah 10 hari dirawat, Sapardi lalu mengembuskan
napas terakhir. Ia meninggal dunia karena komplikasi.
Minta Pelayat Tak Hadir di Pemakaman
Jenazah Sapardi disemayamkan di Kompleks Dosen UI
Ciputat, Jalan Ir Juanda Nomor 113, Tangerang Selatan. Nana meminta kepada para
pelayat untuk tidak hadir di pemakaman.
Hal itu sesuai dengan protokol COVID-19 dari
pemerintah dan pemintaan pihak pemakaman.
"Dengan segala hormat pelayat tidak diperkenankan
mengantar atau hadir di pemakaman, sesuai protokol kesehatan dari pemerintah
serta persyaratan dari pihak pemakaman," kata dia.
Sapardi akan dimakamkan di Taman Pemakaman Giritama,
Giri Tonjong, Bogor, selepas Ashar.
Jumlah Pelayat Dibatasi 15 Orang
Setelah diskusi, Nana mengatakan jumlah pelayat
Sapardi Djoko Damono akan dibatasi. Hal ini dilakukan untuk mengikuti anjuran
pemerintah soal prosesi pemakaman di tengah wabah COVID-19.
"Nanti hanya 15 orang pelayat," ujar Nana.
Nana menambahkan, seusai Ashar, jenazah Sapardi akan
dimakamkan di Taman Pemakaman Giritama, Giri Tonjong, Bogor.
Pemakaman Sapardi di Taman Pemakaman
Giritama, Giri Tonjong, Bogor, Berlangsung Haru
Berdasarkan pantauan di lokasi, mantan Dekan Fakultas
Sastra Universitas Indonesia itu dimakamkan usai azan Ashar berkumandang.
Ada sekitar 50 orang yang hadir dalam pemakaman
Sapardi. Terdiri dari keluarga, ustaz, tetangga dan wartawan.
Suasana saat jenazah dimasukkan ke liang lahat semakin
haru. Para kerabat dan keluarga yang hadir tak mampu menahan kesedihan kala
keranda almarhum menuju liang pusara.
Selain itu, tampak foto almarhum yang mengenakan kemeja
putih dipegang oleh sang cucu.
Sapardi Djoko Damono Sempat Menderita
Infeksi Paru-paru
Setelah pemakaman, putri Sapardi, Bawuk, mengatakan
ayahnya sempat mengalami infeksi paru-paru. Pihak keluarga juga sudah melakukan
upaya agar Sapardi Djoko Damono bisa kembali pulih.
“Kemarin mau (memulihkan) memperbaiki itu, tetapi ya
sudah, mungkin berat juga di badannya,” tutur Bawuk.
Bawuk menyatakan, Sapardi menjalani perawatan di rumah
sakit sekitar seminggu lebih. Dia mengaku tidak bisa selalu menemani ayahnya.
Ungkapan Duka dari Para Publik Figur
Sejumlah figur publik menyampaikan ucapan duka atas
kepergian Sapardi. Salah satu yang berduka adalah Velove Vexia.
Velove pernah terlibat dalam film Hujan Bulan Juni.
Dia menyampaikan ucapan duka lewat unggahan di Instagram Story.
"Selamat jalan Bapak Sapardi Djoko Damono,"
tulis Velove.
Artis berusia 30 tahun itu juga mengunggah salah satu
karya puisi Sapardi Djoko Damono, yaitu Pada Suatu Hari Nanti dalam
instastorynya.
Selain Velove, Sal Priadi juga menyampaikan ucapan
duka atas kepergian Sapardi lewat akun Twitter miliknya. Dia mengunggah foto
yang memperlihatkan kebersamaannya dengan Sapardi.
Ucapan duka juga disampaikan oleh gitaris GIGI Dewa
Budjana. Dia mengunggah foto yang memperlihatkan kebersamaan dengan Sapardi
Djoko Damono.
Dewa Budjana sempat berencana membuat proyek yang
diangkat dari karya Sapardi Djoko Darmono. Dewa mengatakan, dalam proyek itu
juga melibatkan aktor senior Slamet Rahardjo.
"Rencananya 20 Maret lalu, kami berkolaborasi
dengan Mas Slamet Rahardjo dan Mas Nano Riantiarno," tulis Budjana.
Budjana mengatakan, keterlibatannya dalam proyek itu
atas permintaan dari Sapardi Djoko Damono. Selain Budjana, ada juga gitaris
Tohpati yang terlibat.
Sayangnya rencana itu tertunda karena pandemi virus
corona yang melanda Indonesia.
Sumber : Kumparan.com