Survei Ungkap: Gen Z Paling Rentan Mengalami Gangguan Mental
By Ribi AmaliaSenin, 02 September 2024Pengunjung (47)2
Menit Bacaan
(ilustrasi remaja mengalami depresi)
BERITANESIA.ID, Jakarta - Remaja adalah fase transisi dari anak-anak menuju dewasa, yang ditandai dengan berbagai perubahan fisik dan psikis. Ketidakstabilan emosional yang sering terjadi pada usia ini membuat remaja lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental. Menurut Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi depresi pada penduduk berusia di atas 15 tahun menunjukkan bahwa kelompok usia 15-24 tahun, yang termasuk Gen Z, memiliki tingkat depresi tertinggi, yakni sebesar 2%.
Faktor-Faktor Penyebab Kurangnya Pencarian Bantuan
Ada berbagai faktor yang menyebabkan Gen Z enggan mencari bantuan. Salah satunya adalah pandangan orang tua yang masih menganggap masalah kesehatan mental sebagai sesuatu yang tabu. Komunikasi yang kurang baik antara orang tua dan anak juga menjadi salah satu alasan utama mengapa anak-anak takut untuk bercerita. Beberapa orang tua bahkan menganggap gangguan mental sebagai hasil dari gangguan mistis.
"Kami menemukan bahwa ada orang tua yang lebih memilih mengajak anak mereka ke ustaz untuk pengobatan mistis daripada ke profesional kesehatan mental," jelas Krisna. Ketidakpahaman ini membuat banyak anak merasa tidak mendapat dukungan yang mereka butuhkan dari keluarga.
Upaya Mandiri Gen Z dalam Mengatasi Masalah Mental
Menyadari kurangnya dukungan dari orang tua, beberapa Gen Z memilih untuk datang ke psikolog secara diam-diam. Beberapa dari mereka bahkan menggunakan uang sendiri untuk membayar sesi terapi, meskipun biayanya tidak murah. "Ada yang mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri dengan mencari tahu faktor-faktor yang menyebabkan gangguan mental tersebut, lalu menyampaikannya kepada orang tua mereka," tambah Krisna.
Salah satu cerita inspiratif yang disampaikan adalah tentang seorang anak yang membuat presentasi mengenai kondisi mentalnya dan menyampaikannya kepada orang tuanya. Setelah itu, orang tua tersebut menyadari kondisi anaknya dan mulai memberikan dukungan penuh, bahkan mengantar anaknya untuk menjalani terapi secara rutin.