BERITANESIA.ID - Komunitas Warung Tegal Nusantara
(Kowantara) memastikan warung tegal (Warteg) masih banyak yang bertahan di masa
pandemi Covid-19.
Ketua Kowantara, Mukroni
mengatakan, isu beredar yang menyatakan 20 ribu warteg telah gulung tikar adalah
tak benar.
Ia mengakui, memang
banyak pemilik warteg kembali ke kampung halaman, tetapi jumlahnya kurang dari
20 ribu warteg.
"Kurang dari separuh
pedagang warteg memilih untuk pulang kampung karena pendapatannya terus menurun
karena permintaan yang terbatas. Mereka rata-rata dari Tegal dan Brebes,"
ujar Mukroni dalam keterangannya, Selasa (26/1/2021).
Sebelumnya, Kowantara
memperkirakan ada sekitar 20.000 usaha warteg di Jabodetabek yang bakal menutup
operasional bisnisnya pada 2021. Ini dikarenakan mereka kesulitan membawar sewa
tempat gegara pandemi Covid-19 yang belum juga mereda.
"Di awal tahun ini,
kurang lebih ada 20.000 warteg yang akan tutup. Ini karena ketidakmampuan
pengusaha warteg memperpanjang sewa tempat usahanya. Ini merupakan bagian dari
kesulitan permodalan salah satunya," uajr Ketua Kowantara Mukroni, seperti
dikutip dari bantennews.co.id jaringan - Suara.com Rabu (20/1/2021).
Mukroni menjelaskan, gagal
bayar itu tak lepas dari terus menurunnya pendapatan usaha sejak awal pandemi
COVID-19 melanda Indonesia, yaitu Maret 2020. Lantaran pandemi ini turut
membatasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat, termasuk kelompok pekerja
sebagai pelanggan setia warteg yang hilang begitu saja.
"Pendapatan para
pelaku usaha juga sudah turun terus dari Maret 2020. Untuk turunnya
(pendapatan) karena aktivitas masyarakat semuanya terbatas (PSBB) juga.
Turunnya omzet bisa mencapai 70 persen, biasa omzet sehari Rp2 - 3 juta sebelum
pandemi, kini hanya Rp250.000 - Rp300.000 per hari. Drastis banget
turunnya," jelasnya secara detail.
Faktor lain yang membuat
omzet warteg menurun adalah terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK). Sehingga tingkat daya beli masyarakat termasuk pelanggan juga mengalami
penurunan yang signifikan.
"Dari COVID-19 ini,
daya beli masyarakat juga sangat menurun, termasuk pelanggan kami juga, yang
kebanyakan pekerja. Karena PHK, jadi hilang konsumen," urainya.
Tambahan lagi, beberapa
waktu terakhir sejumlah komoditas pangan utama mengalami kenaikan harga secara
drastis. Sehingga membuat beban yang dipikul pelaku usaha warteg menjadi kian
bertambah berat.